PATAH HATI

Patah hati? Sebentar. Saya cari dulu di kamus hidup saya. Wah, ndak nemu tuh. Loh, enggak bohong saya ini. Benar-benar tak ada ternyata istilah yang satu itu.
Cuplikan dialog di atas itu adalah gambaran diri saya saya tahun-tahun yang lalu. Patah hati? Wah, enggak banget deh. Semasa bersekolah dulu, saya pasti tertawa paling kencang ketika melihat adegan-adegan patah hati di film remaja. Kalau saya mendapatinya di cerita pendek majalah remaja yang saya langgani, saya bisa berkata dengan jumawa : patah hati jelas tidak ada dalam kamus hidup saya.
Sombong.
Saat menempuh pendidikan menengah atas, saya sering menjadi saksi, bagaimana teman-teman di sekitar saya menangis sesenggukan karena pujaan hati mereka berulah atau ketika hubungan cinta si teman tadi dengan pasangannya merenggang. Tapi, anehnya ketika akhirnya relasi saya juga tidak berjalan mulus, saya tidak mengalami perasaan sedahsyat mereka.
Saya ingat, di tahun pertama masa seragam abu-abu, saya tengah menjalin kisah dengan kakak kelas. Di tahun kedua, hubungan itu tak bisa lagi dilanjutkan. Sedih? Iya sih, tapi tak sedalam kesedihan ketika teman-teman saya patah hati. Setelah putus dengan kakak kelas yang baik hati itu saya melanjutkan hidup dan kembali merajut kasih dengan …
adik kelas. (Iya adik kelas saya, lucu, manis, tinggi, jago basket, berkulit gelap, tergila-gila pada Juventus, lahir di bulan Oktober -saya lupa tanggalnya- :).
Hubungan kedua ini jauh lebih singkat. Dan saya hanya menangis sebentar saja setelah pulang dari sekolah. Setelah itu, saya kembali sehat walafiat, tak kurang suatu apa. Saya lagi-lagi bisa berkata dengan jumawa : patah hati jelas tidak ada dalam kamus hidup saya.
Hohoho, tunggu dulu anak muda. Kesombongan tentu ada batasnya.
Dan benar:
Saya,sebut saja si andre, yang pernah dengan lantangnya berkata kalau patah hati jelas tidak ada dalam kamus hidupnya, akhirnya harus mengakui kekuatan dan ketangguhan cinta :D
Patah hati itu datang ketika saya mengakhiri hubungan saya dengan Exx, mantan pacar saya semasa teman di fb. Waktu itu -di akhir-akhir bulan februari yang lalu- saya bisa menangis berhari-hari, kehilangan selera makan, menjadi malas beraktivitas, lesu, lemas, sedih; intinya ya mirip-mirip dengan apa yang sering dipakai para sineas-sineas untuk menggambarkan adegan orang patah hati.
Saya beruntung, dikelilingi orang-orang dengan daya juang yang tinggi. Teman-teman kos saya bergiliran menemani saya. Sahabat-sahabat saya di kampung juga. Teman saya siap dipanggil kapan saja. Jadi kalau kesedihan itu tiba-tiba memuncak dan saya ingin menangis hingga berderai-derai dan berpanjang-panjang, teman saya sigap datang.
Anehnya meski patah hati begitu lara, nelangsa, saya kok ya akhirnya kembali lagi bersamanya. Iya, pacar saya si Exx Rxxxxx itu. Kami mencoba kembali membangun hubungan selepas dia kuliah. Dan …
Putus lagi
Ha-ha-ha
Patah hati edisi kedua, masih dengan orang yang sama ini, tidak seheboh patah hati edisi pertama. Mungkin karena saya sedang gembira-gembiranya, menikmati perubahan status dari mahasiswa menjadi pekerja dengan beragam hal baru yang saya temui.
Patah hati edisi kedua itu langsung ditutup dengan aktivitas yang menyenangkan; jalan-jalan ke Mataram, Gading Rejo, hingga gak tahu kemana. Sebenarnya tidak ada kaitan langsung antara patah hati dengan jalan-jalan, saya sudah merencanakan perjalanan itu bersama beberapa teman dari jauh-jauh hari. Ceritanya ada di sini
Sudah hampir dua tahun lalu, dan sekarang saya kembali patah hati. Mmm… saya malas menceritakan detailnya. (Loh, bukannya baru bercerita Perihal Rasa Itu? Itu stok lama, baru saya rilis ketika saya teringat saya masih memiliki tulisan yang belum dikeluarkan. Hi-hi-hi). Rasa yang menyenangkan itu masih ada, saya tidak terlalu memaksakan diri untuk segera menghapusnya.
Besok saya kembali melakukan perjalanan. Patah hati dan jalan-jalan memang berkawan sejak dahulu kala. Ha-ha-ha. Bukan, bukan, saya bukan berjalan-jalan karena patah hati, rencana esok hari sudah dirancang sejak berbulan-bulan lalu. Besok sore saya sudah ada di Surabaya, menghabiskan satu dua hari di sana, dan melanjutkan perjalanan ke Jember. Ada Jember Fashion Carnaval, perhelatan tahunan yang sudah lama menarik perhatian saya.
Jadi, ya, saya patah hati, ada awan mendung di sini, di hati, tapi hidup itu kawan terlalu indah untuk diratapi. Bukan begitu?. Sebelum ini saya sudah berkata: apapun yang menanti saya di ujung sana, hidup saya akan baik-baik saja. pasti ;)


by.andrew breaktrought

0 komentar